Masalah Penyewaan Pulau, Antara Pro dan Kontra

Jakarta, 2 Juni 2000

Reporter : Webmaster
, diambil dari berbagai sumber

Ide penyewaan pulau-pulau kecil yang dilontarkan oleh Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan mendapatkan sambutan yang hangat, antara pro dan kontra. Komentar dan tanggapan datang dari berbagai kalangan, baik politikus, akademisi, TNI, pengamat hingga pengusaha. Berikut saya rangkumkan beberapa tanggapan dan komentar tersebut yang pernah dimuat dibeberapa media massa. Usulan tentang rencana penyewaan pulau itu sendiri pertama kali dilontarkan oleh Rokhmin Dahuri pada tanggal 5 Mei 2000 dengan alasan bahwa pulau-pulau kecil memiliki potensi yang amat besar untuk mendatangkan devisa bagi Indonesia yang masih mengalami krisis dan memang membutuhkan masukan devisa.

Sarwono sendiri mengatakan bahwa hendaknya rencana penyewaan 2000 pulau-pulau kecil jangan terlalu cepat ditanggapi secara negatif, karena penyewaan pulau terhadap pihak luar negeri ini tetap memperhatikan konservasi, akseptibilitas politik, keamanan, budaya serta ekonomi masyarakat (Kompas, 22 Mei 2000). Menurut Sarwono, dari 17.508 pulau yang tersebar di perairan Indonesia, sekitar 10.000 pulau di antaranya tidak berpenghuni sehingga banyak disalahgunakan antara lain sebagai tempat pebuangan limbah (ingat rencana reklamasi pulau Nipah dengan material impor dari Singapura! - red) dan penyelundupan.

Amin Aryoso, selaku Ketua Komisi II DPR, secara tegas menolak rencana pemerintah tersebut dan meminta pemerintah menghentikan rencana itu (Kompas, 24 Mei 2000), sementara itu Imam Churmen (Wakil Ketua Komisi III DPR yang juga Ketua Sub Komisi Eksplorasi Laut dan Perikanan) menyatakan tidak keberatan terhadap usulan Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan tersebut asalkan tidak melanggar ketentuan tentang peruntukan tanah (antara lain Undang-undang Pokok Agraria) (Kompas, 31 Mei 2000). Bahkan Ia berencana akan mengundang Rokhmin Dahuri selaku Dirjen Pesisir, Pantai dan Pulau-pulau Kecil untuk dengar pendapat dalam waktu dekat.

Sementara itu Menteri Negara Lingkungan Hidup, Sonny Keraf, setuju terhadap ide penyewaan pulau-pulau kecil asalkan aktivitas yang ada tidak berdampak pada lingkungan (Suara Pembaruan, 24 Mei 2000). Menurutnya, usaha Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan Sarwono Kusumaatmadja untuk mencari peluang-peluang pemulihan ekonomi seperti itu patut dihargai. "Ini gagasan atau wacana yang baru dipahami di masyarakat" kata Sonny Keraf. Sonny Keraf mengungkapkan bahwa selama ini nasib pulau-pulau kecil khususnya yang berada di Kepulauan Seribu dan Riau sangat memprihatinkan dan banyak terjadi penyimpangan. Di Kepulauan Seribu misalnya, tidak jelas sistem pengembangannya. Akibatnya pulau tersebut menjadi bersifat eksklusif, bahkan masyarakat setempat tidak memiliki akses untuk masuk ke kawasan tersebut. Sementara itu di Riau, penambangan pasir yang besar-besar dan tanpa kontrol yang jelas dari pemerintah, telah mengakibatkan hilangknya beberapa pulau. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak dilibatkan dalam pengembangan kawasan tersebut.

Pendapat lain dikemukakan oleh Muhammad Said Didu, Direktur Teknologi Agroindustri BPPT, yang mengatakan bahwa pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki keunikan flora dan fauna yang begitu memikat. Menurutnya sayang sekali jika kalau potensi itu dibiarkan begitu saja (Suara Pembaruan, 24 Mei 2000). Menurutnya lagi, selama 20 tahun ke depan jika tidak ada perhatian dari pemerintah, nasib pulau-pulau kecil masih akan terbengkalai dan tidak menutup kemungkinan akan hilangnya keindahan atau rusak.

Menurut Rokhmin sendiri, penyewaan pulau ini hanya merupakan salah satu cara membangun dan memanfaatkan pulau-pulau kecil yang terbengkalai selama ini, dan akan diusahakan penyewaan pulau ini memberikan dampak yang positif bagi pembangunan dan peningkatan perekonomian masyarakat lokal.

Nada keras menolak penyewaan pulau juga datang dari Ketua MPR RI Amien Rais. Menurut  Amien hal ini merupakan suatu penghinaan bagi bangsa sendiri (Kompas, 29 Mei 2000). "Sekecil biji zarah pun, pulau-pulau di Indonesia tidak boleh disewakan" kata Amien lagi. Selain menghina bangsa, hal ini juga mengingkari kedaulatan negara sendiri. Menurut Amien lagi, "kalau saja Bung Karno dan Bung Hatta bangkit dari kuburnya, yang punya gagasan itu akan dikutuk oleh kedua tokoh nasional itu". Sementara itu, KASAL Laksamana Achmad Sutjipto menyatakan setuju dengan ide penyewaan pulau. Menurutnya ide tersebut cukup baik, namun ia tetap menekankan tentang perlunya menentukan mekanisme dan prosedur secara hati-hati dan selektif dan dengan resiko yang sekecil-kecilnya.

Di Makassar sendiri, ratusan mahasiswa kelautan melakukan demo menentang rencana penyewaan pulau yang dilakukan di depan Hotel Sahid Makassar, bertepatan dengan Konferensi Nasional II Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, yang juga dihadiri oleh Sarwono dan Rokhmin (detikcom, 15 Mei 2000). Bahkan dari hasil poling yang dilakukan belum lama ini, sebagian besar responden menolak rencana penyewaan pulau dengan beberapa alasan seperti tidak sesuai dengan semangat otonomi daerah, akan menimbulkan kesenjangan dan kecemburuan sosial dan lain-lain (Mailing list Osean).

Sementara itu, pada berita Indo Exchange Net tanggal 1 Juni 2000, disebutkan bahwa hingga saat ini sudah sekitar 30 investor menyatakan minatnya untuk menyewa pulau-pulau di Indonesia, dan sebagian besar peminatnya adalah investor asing (hanya 2 yang berasal dari dalam negeri). Hal itu diungkapkan oleh Rokhmin Dahuri di Jakarta. Diakui oleh Rokhmin bahwa ide penyewaan pulau memang tidak mudah direalisasikan karena keburu ditolak oleh banyak pihak termasuk komisi II DPR. Tetapi, menurutnya, sebenarnya penolakan itu tidak perlu terjadi kalau semua pihak dapat memahami ide dasarnya yaitu untuk mengoptimalkan pemberdayaan sumberdaya alam seluruh pulau kecil nusantara. Rokhmin menawarkan empat bidang yang bisa dimanfaatkan dari pulau-pulau kecil itu yaitu: pertama: budidaya laut seperti rumput laut, ikan kerapu, kerang mutiara dan sejenisnya yang merupakan komoditas mahal. Kedua: penangkapan ikan secara terkendali. Ketiga: wisata bahari dan keempat: untuk konservasi (Indo Exchange Net, 1 Juni 2000).

Nah, ide sudah digulirkan, sekarang mari kita pikirkan bersama-sama baik buruknya ide tersebut jika dilaksanakan. Tentu saja penilaian yang dilakukan harus seobyektif mungkin dan melihat realita yang ada. Kasus pulau-pulau di Kepulauan Seribu dan Riau dapat menjadi salah satu acuan, bahkan juga pelajaran yang pernah didapat dari merebaknya isu pencemaran laut akibat tailing dari PT. Newmont Minahasa perlu dipertimbangkan. Sementara itu isu terbaru yang juga harus dicermati adalah tentang rencana pembangunan unit pengolahan  minyak di Pulau Selayar yang berdekatan dengan Taman Laut Nasional Taka Bone Rate (Dunia dalam Berita TVRI, 26 Mei 2000). Marilah kita berpikir secara jernih! Mari Selamatkan pulau-pulau di perairan Indonesia dari kehancuran, rusaknya terumbu karang, pembuangan limbah, pengerukan pasir yang tak terkontrol dan lain-lain (AS)